Setiap orang tua perlu waspada akan anemia pada anak serta bagaimana caranya mencegah penyakit ini. Sebab, tahukah Bunda jika anemia memiliki dampak yang sangat buruk terhadap tumbuh kembang anak?
Anak yang memiliki anemia defisiensi besi kronis sejak usia dini berisiko mengalami keterlambatan perkembangan kognitif, motorik, mental, hingga sosio-emosional yang mungkin bertahan lama. Tidak hanya itu, anemia juga bisa berdampak pada kesiapan anak bersekolah, Bun. Anemia dapat menyebabkan anak cepat merasa lelah sehingga sulit berkonsentrasi dan merespon terhadap stimulasi atau pelajaran yang ia terima dari lingkungan sekitarnya.
Jadi, yuk bersama-sama kita simak apa penyebab anemia pada anak dan bagaimana cara mencegahnya supaya si Kecil bisa terus sehat serta bertumbuh kembang dengan optimal.
Apa Penyebab Anemia?
Anemia adalah kondisi di mana tubuh kekurangan hemoglobin (Hb), jenis protein yang penting bagi sel darah merah untuk bisa mengikat dan mengantarkan oksigen ke seluruh organ tubuh, termasuk otak.
Batas normal kadar Hb untuk anak-anak usia 1-5 tahun ≥ 11 g/dL. Ketika kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka tersebut, dapat dikatakan anak mengalami anemia.
Anemia sendiri ada beberapa jenis, tapi yang paling banyak dialami oleh anak-anak adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi terjadi karena asupan zat besi yang tidak memadai.
Padahal, zat besi berperan penting dalam proses pembentukan hemoglobin. Selain itu, fungsi zat besi yang paling penting adalah untuk mendukung perkembangan sistem saraf, terutama dalam proses mielinisasi (proses penutupan sel-sel otak oleh selubung lemak) dan metabolisme saraf.
Besi juga merupakan sumber energi bagi otot sehingga mempengaruhi ketahanan tubuh dan kemampuan beraktivitas. Oleh karena itu, kekurangan zat besi sangat mempengaruhi fungsi kognitif, tingkah laku dan pertumbuhan seorang anak.
Jika anak tidak mendapatkan asupan makanan tinggi zat besi yang mencukupi, memiliki penyakit atau kondisi lainnya yang berkaitan dengan kekurangan zat besi, mengidap infeksi tertentu, mengalami perdarahan dalam jangka panjang yang tidak disadari, atau memiliki masalah penyerapan zat gizi dalam waktu lama, anemia defisiensi besi dapat terjadi.
Data yang dirilis oleh IDAI menunjukkan bahwa ada sekitar 40-45% anak usia 1-5 tahun di Indonesia yang mengidap anemia disebabkan defisiensi besi.
Tanda Anak Mengalami Anemia Defisiensi Besi
Umumnya, gejala awal anak mengalami anemia cukup sulit untuk dideteksi. Namun, ketika asupan zat besinya semakin tidak mencukupi kebutuhan tubuh, tanda-tanda anemia akan terlihat sangat jelas.
Menurut Ikatan Dokter Indonesia, gejala anemia yang paling sering ditemukan pada anak adalah:
-
Pucat yang berlangsung lama (kronis).
-
Lemas atau mudah lelah.
-
Anak gampang sakit atau mudah tertular infeksi karena daya tahan tubuhnya menurun.
-
Gangguan mood dan perilaku, seperti mudah marah, murung, dan sulit mengendalikan diri.
-
Gangguan prestasi belajar, seperti susah berkonsentrasi, menyerap informasi, dan menyimpan memori.
Jika Bunda menemukan gejala-gejala tersebut, segera kunjungi dokter untuk mendapatkan diagnosis yang pasti dan penanganan yang tepat karena dampak dari anemia bisa terjadi berkepanjangan hingga anak dewasa.
Salah satu gejala atau dampak yang juga mungkin terjadi akibat kekurangan zat besi tapi jarang disadari adalah stunting (perawakan tubuh yang lebih pendek untuk ukuran usianya). Sebab, zat besi penting untuk mengedarkan oksigen ke semua jaringan tubuh, termasuk ke tulang.
Jika jaringan tulang tidak bisa mendapatkan oksigen yang cukup, tulang tidak akan tumbuh maksimal. Itu kenapa pemenuhan zat besi sangat penting dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak untuk menunjang tumbuh kembang yang optimal.
Cara Mencegah Anemia Defisiensi Besi pada Anak
Cara paling efektif untuk mencegah anemia defisiensi adalah dengan memenuhi kebutuhan zat besi anak sesuai umurnya. Memang, berapa, sih, asupan zat besi yang dibutuhkan anak agar pembentukan hemoglobin optimal?
Berdasarkan anjuran dari Kementerian Kesehatan Indonesia, kebutuhan zat besi anak usia 1-3 tahun adalah 7 mg per hari dan naik menjadi 10 mg per hari ketika usianya menginjak 4-6 tahun.
Kebutuhan zat besi anak umumnya dapat dipenuhi dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari dan pola makan yang juga tepat. Berikut penjelasannya.
1. Memberikan Makanan Kaya Zat Besi Heme
Cara paling mudah yang dapat Bunda lakukan untuk menjaga asupan zat besi adalah dengan memberikan makanan yang kaya akan zat besi. Asupan zat besi itu sendiri terbagi dua, yaitu dari protein hewani (zat besi heme) dan dari sumber nabati (zat besi non-heme).
Namun untuk mencegah anemia dengan lebih optimal, IDAI menganjurkan Bunda mengutamakan asupan dari zat besi heme yang lebih mudah diserap daripada besi non-heme. Zat besi heme bisa diserap hingga sebesar 23-30% daripada zat besi non-heme dari sayuran hijau yang hanya diserap sekitar 3-8% saja.
Zat besi heme paling banyak ditemukan pada daging merah, seperti daging sapi, daging kambing, dan organ hati ayam serta hati sapi. Bunda juga dapat memanfaatkan ikan, hati ayam, daging ayam, dan telur untuk memenuhi kebutuhan zat besi si Kecil.
Akan tetapi, bukan berarti zat besi non-heme (nabati) tidak boleh sama sekali diberikan pada anak. Zat besi dari sayuran seperti bayam, brokoli, tomat, dan jamur boleh saja diberikan untuk si Kecil sebagai pendukung.
Jika Bunda ingin memastikan apakah asupan zat besi anak sudah cukup atau belum, Bunda dapat menggunakan menggunakan tools Iron Checker secara gratis.
2. Dukung dengan Makanan Tinggi Vitamin C
Agar penyerapan zat besi semakin optimal, terutama yang berasal dari tumbuhan, Bunda perlu memberikan asupan vitamin C yang cukup kepada anak. Vitamin C telah terbukti meningkatkan penyerapan zat besi non-heme dan menyimpannya dalam bentuk yang lebih mudah diserap di dalam tubuh.
Asupan vitamin C tinggi bisa didapatkan dari buah dan sayur seperti jeruk, pepaya, jambu merah, tomat, paprika, melon, dan lain sebagainya.
3. Memberikan Makanan Terfortifikasi
Pada beberapa anak yang rentan terhadap anemia defisiensi besi, Bunda mungkin perlu bantu memenuhi kebutuhan zat besinya dari makanan terfortifikasi. Makanan terfortifikasi adalah jenis makanan atau minuman yang dalam proses pengolahannya sengaja ditambahkan kandungan asupan gizi penting, termasuk zat besi, untuk memaksimalkan kebutuhan sehari-hari.
Beberapa contohnya adalah produk roti, sereal gandum, atau susu pertumbuhan yang memiliki label “terfortifikasi zat besi”. Nah untuk anak usia 1-3 tahun, Bunda juga bisa melengkapi asupan zat besinya dengan memberikan SGM Eksplor 1+.
Susu SGM Eksplor adalah satu-satunya susu pertumbuhan dengan IronC™, kombinasi unik Zat Besi & Vitamin C untuk memaksimalkan penyerapan nutrisi hingga 2x lipat. Dilengkapi dengan DHA, Minyak Ikan, Omega 3&6 serta nutrisi penting lainnya, bantu si Kecil tumbuh maksimal jadi generasi maju yang berpikir cepat dan berani.
4. Memberikan Air Putih yang Cukup
Cairan sangat berperan dalam proses produksi sel darah merah. Jika produksi sel darah merah tercukupi, maka si Kecil akan semakin terjauhkan dari bahaya anemia.
Selain itu, cairan juga berfungsi untuk menghindarkan anak dari konstipasi sebagai efek dari konsumsi suplemen zat besi. Untuk itu, Bunda perlu memberikan air putih yang bersih dan matang pada si Kecil sebanyak 8 gelas per hari.
5. Menghindari Minum Teh Saat Waktu Makan
Teh mengandung zat bernama asam fitat dan tanin yang dapat mengganggu proses penyerapan zat besi pada tubuh manusia. Untuk itu, hindari memberikan teh pada anak kurang dari satu jam sebelum waktu makan utama agar segala nutrisi dalam makanan dapat terserap secara optimal.
6. Menjaga Kebersihan Lingkungan
Tahukah Bunda, anemia bukan saja disebabkan oleh kurangnya asupan zat besi dalam makanan si Kecil? Ternyata anemia juga dapat terjadi karena terganggunya penyerapan nutrisi dan terjadinya pendarahan di usus.
Ternyata kedua gangguan tersebut dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau infeksi parasit. Untuk itu, Bunda harus ekstra hati-hati dan menjaga kebersihan, makanan, dan lingkungan tempat tinggal si Kecil.
Sekarang Bunda sudah lebih memahami penyebab dan bagaimana cara mencegah anemia pada anak, kan? Semoga artikel kali ini makin menambah wawasan Bunda dalam menemani tumbuh kembang si Kecil menjelang usia sekolahnya, ya!
Bunda juga bisa bergabung di Klub Generasi Maju untuk mendapatkan berbagai artikel terbaru seputar tumbuh kembang dan pemenuhan gizi anak, serta promo menarik susu SGM yang sayang jika terlewatkan. Daftar gratis, sekarang!
Referensi:
-
“IDAI | ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA BAYI DAN ANAK.” Idai.or.id, 2013, www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-pada-bayi-dan-anak#:~:text=Pemberian%20vitamin%20C%202X50%20mg%2Fhari%20untuk%20meningkatkan%20absorbsi%20besi.&text=Hindari%20makanan%20yang%20menghambat%20absorpsi,obat%20seperti%20antasida%20dan%20kloramfenikol.. Accessed 1 Dec. 2022.
-
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No__28_Th_2019_ttg_Angka_Kecukupan_Gizi_Yang_Dianjurkan_Untuk_Masyarakat_Indonesia.pdf. Accessed 1 Dec. 2022.
-
“FoodData Central.” Usda.gov, 2022, fdc.nal.usda.gov/. Accessed 1 Dec. 2022.
-
Yundaswari, Harsanti. “Es Krim Jamur Tiram (Pleurotus Ostreatus) Tinggi Zat Besi Dan Zink.” Eprints.undip.ac.id, Universitas Diponegoro, 2011, eprints.undip.ac.id/35910/1/417_Harsanti_Yundaswari_G2C007035.pdf. Accessed 1 Dec. 2022.
-
“Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.” Kemkes.go.id, 2022, yankes.kemkes.go.id/view_artikel/182/anemia-defisiensi-besi-pada-anak. Accessed 1 Dec. 2022.
-
Kadar Hemoglobin, Perbedaan, et al. 2017. http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=841071&val=13600&title=Perbedaan%20Kadar%20Hemoglobin%20Asupan%20Zat%20Besi%20dan%20Zinc%20pada%20Balita%20Stunting%20dan%20Non%20Stunting. Accessed 1 Dec. 2022.
-
“Anemia: Causes, Symptoms & Treatment.” Cleveland Clinic, 2022, my.clevelandclinic.org/health/diseases/3929-anemia. Accessed 1 Dec. 2022.
-
Armitage, A. E., & Moretti, D. (2019). The Importance of Iron Status for Young Children in Low- and Middle-Income Countries: A Narrative Review. Pharmaceuticals (Basel, Switzerland), 12(2), 59. https://doi.org/10.3390/ph12020059