Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai pada anak Indonesia di usia dini. Sebagian besar penyebabnya adalah karena kekurangan asupan zat besi dari makanan sehari-hari. Zat besi itu sendiri adalah nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk membuat sel darah merah. Oleh karenanya, kulit wajah dan bibir yang pucat menjadi ciri-ciri utama anemia pada anak. Selain itu, apa lagi gejala anemia yang harus diwaspadai pada anak dan bagaimana cara mengatasinya?
Apa Gejala Anemia pada Anak?
Anemia sendiri bukanlah penyakit, tapi lebih mengarah pada gangguan fungsi tubuh. Anemia adalah kondisi tubuh yang kekurangan hemoglobin (Hb), yaitu jenis protein di dalam sel darah merah untuk mengantarkan oksigen ke seluruh organ tubuh.
Pada anak-anak, anemia paling umum disebabkan oleh kekurangan zat besi. Berdasarkan data IDAI, nyatanya ada sekitar 40-45% anak usia 1-5 tahun di Indonesia yang mengidap anemia defisiensi besi.
Umumnya, gejala awal anemia pada anak cukup sulit untuk dideteksi karena berbagai cirinya dapat disalahpahami sebagai gangguan kesehatan lain yang juga umum. Namun, ketika asupan zat besi anak semakin tidak mencukupi kebutuhannya, tanda-tanda anemia akan terlihat sangat jelas.
Menurut Ikatan Dokter Indonesia, gejala anemia yang paling sering ditemukan pada anak adalah:
-
Kulit wajah dan bibir pucat, yang berlangsung lama (kronis).
-
Lemas, lesu, atau mudah lelah.
-
Mudah marah, murung, atau cepat rewel.
-
Nafsu makan berkurang.
-
Perhatiannya mudah teralih, sulit konsentrasi saat belajar.
-
Tidak semangat bermain, cepat lelah bila sedang bermain.
-
Sering mengeluhkan pusing atau sakit kepala.
-
Sering merasa dadanya berdebar-debar.
-
Anak gampang sakit atau mudah tertular infeksi karena daya tahan tubuhnya menurun.
Pada kasus gejala yang sangat berat, anak bisa menunjukkan kecenderungan pica. Pica adalah gangguan makan yang menyebabkan anak suka makan makanan nol nutrisi (seperti es batu) atau mengunyah benda yang bukan makanan, seperti kertas, kapur, tanah, pasta gigi, dan lainnya.
Apa Efek Anemia bagi Anak-Anak?
Ada banyak dampak negatif yang akan dialami anak ketika ia mengalami anemia karena kekurangan zat besi. Bahkan beberapa dari dampak negatif tersebut bersifat jangka panjang dan sulit untuk diperbaiki.
Melansir IDAI, salah satu kemungkinan akibat dari anemia defisiensi zat besi pada anak adalah melemahnya daya tangkap. Ini karena zat besi memiliki fungsi penting untuk membentuk selubung saraf otak dan zat kimia dalam otak yang berperan sebagai penghantar pesan dari otak ke jaringan tubuh.
Namun, dampak yang paling mengkhawatirkan dari anemia defisiensi besi pada anak adalah risiko gagal tumbuh akibat stunting. Sebab, zat besi juga penting untuk mengedarkan oksigen ke tulang. Jika jaringan tulang tidak bisa mendapatkan oksigen yang cukup, tulang tidak akan tumbuh maksimal.
Selain itu, anak yang memiliki kekurangan zat besi kronis juga berisiko lebih tinggi mengalami keterlambatan perkembangan kognitif, motorik, perilaku, dan psikologis yang mungkin bertahan lama.
Pada keadaan berat, anemia dapat menyebabkan kegagalan jantung yang membahayakan jiwa.
Bagaimana Cara Mengetahui Anak Terkena Anemia?
Seperti yang telah dijelaskan di atas, seringnya gejala anemia pada anak di tahap awal tidak menunjukkan apapun. Makanya, tidak jarang kasus anemia pada anak baru diketahui saat sudah ada komplikasi.
Jadi jika Bunda menemukan gejala-gejala tersebut, segera kunjungi dokter untuk mendapatkan diagnosis yang pasti. Untuk mendiagnosis anemia, dokter biasanya akan bertanya seputar riwayat kesehatan anak dan riwayat kesehatan keluarga.
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menjalankan tes hitung darah lengkap atau tes untuk menentukan ukuran dan bentuk sel darah merah.
Apa yang Harus Dilakukan Jika Anak Memiliki Anemia?
Setelah diagnosis sudah ditegakkan dokter, anemia defisiensi pada anak harus segera ditangani karena dampak dari anemia bisa terjadi berkepanjangan hingga anak dewasa. Lalu, bagaimana ya cara mengatasinya?
1. Memberikan Makanan Tinggi Zat Besi
Cara paling sederhana dan paling pertama bisa dilakukan untuk mengatasi anemia pada anak adalah dengan meningkatkan konsumsi makanan yang kaya akan zat besi.
Ada dua jenis sumber asupan zat besi yaitu heme (protein hewani) dan non-heme (panganan nabati). Namun untuk mengatasi anemia dengan lebih optimal, IDAI menganjurkan Bunda mengutamakan asupan dari jenis heme karena lebih mudah diserap daripada besi non-heme.
Zat besi heme bisa diserap hingga sebesar 23-30% sementara zat besi non-heme hanya diserap sekitar 3-8% saja.
Sumber zat besi heme terbaik bisa didapatkan dari daging berwarna merah seperti daging sapi dan kambing, daging ayam, hati sapi dan ayam, serta telur. Sementara zat besi non-heme banyak terkandung dalam bayam, brokoli, tahu, dan tempe.
Pastikan Bunda mengombinasikan variasi makanan yang mengandung zat besi hewani maupun nabati minimal 2 kali dalam sehari.
2. Pastikan Anak Cukup Minum Air
Untuk memutus mata rantai anemia, pastikan si Kecil rutin minum air putih yang bersih dan matang setidaknya 8 gelas setiap hari.
Asupan air putih yang mencukupi dapat membantu pembentukan hemoglobin. Alhasil, mengonsumsi minimal 2 liter air per hari diketahui dapat meningkatkan jumlah sel darah, hematokrit, dan kadar hemoglobin yang penting untuk pembentukan sel darah merah.
Jika anak tidak begitu suka minum air putih, coba kreasikan dengan menambahkan irisan buah lemon atau jeruk.
Vitamin C yang terkandung dalam buah jeruk telah terbukti meningkatkan penyerapan zat besi non-heme dan menyimpannya dalam bentuk yang lebih mudah digunakan tubuh.
3. Dukung dengan Makanan Tinggi Vitamin C
Agar penyerapan zat besi semakin optimal, terutama yang berasal dari tumbuhan, Bunda perlu memberikan asupan vitamin C yang cukup kepada anak. Asupan vitamin C tinggi bisa didapatkan dari buah dan sayur seperti jeruk, pepaya, jambu merah, tomat, paprika, melon, dan lain sebagainya.
4. Memberikan Makanan Terfortifikasi
Bunda mungkin juga perlu bantu memenuhi kebutuhan zat besi anak dari makanan terfortifikasi. Makanan terfortifikasi adalah jenis makanan atau minuman yang dalam proses pengolahannya sengaja ditambahkan kandungan asupan gizi penting, termasuk zat besi, untuk memaksimalkan kebutuhan sehari-hari.
Beberapa contohnya adalah produk roti, sereal gandum, atau susu pertumbuhan yang memiliki label “terfortifikasi zat besi”. Nah untuk anak usia 3 tahun ke atas, Bunda juga bisa melengkapi asupan zat besinya dengan memberikan SGM Eksplor 3+.
Susu SGM Eksplor adalah satu-satunya susu pertumbuhan dengan IronC™, kombinasi unik Zat Besi & Vitamin C untuk memaksimalkan penyerapan nutrisi hingga 2x lipat. Dilengkapi dengan DHA, Minyak Ikan, Omega 3&6 serta nutrisi penting lainnya, bantu si Kecil tumbuh maksimal jadi generasi maju yang berpikir cepat dan berani.
Sekarang Bunda sudah lebih memahami gejala dan bagaimana cara mengatasi anemia pada anak, kan? Semoga artikel ini makin menambah wawasan Bunda dalam menemani tumbuh kembang si Kecil menjelang usia sekolahnya, ya!
Bunda juga bisa bergabung di Klub Generasi Maju untuk mendapatkan berbagai artikel terbaru seputar tumbuh kembang dan pemenuhan gizi anak, serta promo menarik susu SGM yang sayang jika terlewatkan. Daftar gratis, sekarang!
Referensi:
-
IDAI | Pastikan Bayi Anda Cukup Zat Besi? (2017). Idai.or.id. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/pastikan-bayi-anda-cukup-zat-besi
-
Anemia - Diagnosis and treatment - Mayo Clinic. (2022). Mayoclinic.org; https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/anemia/diagnosis-treatment/drc-20351366
-
IDAI | Anemia Defisiensi Besi pada Anak. (2014). Idai.or.id. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-pada-anak
-
Soliman, A., De Sanctis, V., & Kalra, S. (2014). Anemia and growth. Indian Journal of Endocrinology and Metabolism, 18(7), 1. https://doi.org/10.4103/2230-8210.145038
-
IDAI | ANEMIA KEKURANGAN ZAT BESI. (2016). Idai.or.id. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-kekurangan-zat-besi
-
IDAI | ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA BAYI DAN ANAK. (2013). Idai.or.id. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-pada-bayi-dan-anak