Mendidik anak usia dini bukanlah perkara yang mudah, ya, Bun? Di tahapan usia ini, si Kecil masih ingin bebas bermain dan mengeksplorasi dunia sekitar sesukanya. Ia juga sudah mampu mengutarakan keinginan atau kebutuhan mereka, sehingga ketika tidak terpenuhi si Kecil bisa rewel dan tantrum. Amat sangat wajar jika emosi Bunda ikut meninggi di saat ini. Tapi jangan pernah kelewatan sampai melibatkan kekerasan, seperti menjewer, membentak, atau bahkan memukul, ya. Ini bukanlah cara mendidik anak yang baik.
Berikut adalah cara yang bisa Bunda terapkan di rumah supaya anak bisa tumbuh besar menjadi pribadi yang baik.
Cara Mendidik Anak yang Tepat Tanpa Marah-Marah
Mempersiapkan anak untuk mulai masuk sekolah butuh banyak persiapan dari berbagai aspek. Salah satunya adalah dengan membekali anak untuk memiliki budi pekerti baik, serta nilai moral dan prinsip yang baik supaya ia bisa bergaul dan mempertahankan hubungan yang sehat di kehidupan sosialnya nanti.
Tidak cuma itu, karena daya pikir, rasa ingin tahu, dan imajinasi anak juga mulai meningkat di usia ini Bunda juga idealnya mendidik si Kecil dari segi keterampilannya agar ia bisa menjadi anak yang berani dan mampu berpikir cepat di sekolah. Nah, untuk membantu Bunda, berikut cara mendidik anak yang tepat agar si Kecil makin siap bersekolah.
1. Biasakan Anak Selesaikan Tugas Satu per Satu
Untuk bisa mengerjakan suatu hal dari awal sampai akhir, anak membutuhkan daya konsentrasi dan kemampuan memusatkan perhatian pada satu hal.
Konsentrasi dan fokus telah terbukti memiliki banyak manfaat bagi kesehatan mental, dari pengelolaan stres yang lebih baik hingga peningkatan performa akademik. Membiasakan mengerjakan satu hal sampai selesai juga berguna untuk menghindari kebiasaan multitasking sedari kecil, yang telah terbukti oleh banyak penelitian justru tidak efektif.
Akan tetapi, kedua hal ini tidak hanya akan berguna pada saat ia mengerjakan tugas sekolah nanti, tapi juga pada kesehariannya di rumah. Ambil contoh, bisa menyelesaikan makanannya tanpa tersisa atau bisa selesai membereskan kotak bermainnya ketika diminta.
Anak umur 3-5 tahun biasanya memiliki rentang fokus sekitar 8-15 menit. Untuk mengasahnya, Bunda bisa mengajarkan si Kecil untuk fokus melakukan satu hal pada satu waktu. Selesaikan dulu satu hal yang menurut si Kecil paling penting, kemudian baru “pindah” ke hal yang lain. Misalnya dengan berkata, “Nak, ini mainan kamu berantakan sekali. Beresin ini dulu sampai rapih, yuk, habis itu kita makan.”
Di rumah, juga jangan biasakan untuk mencontohkan mengerjakan dua hal bersamaan, misalnya makan sambil menonton TV atau mengajak anak makan sambil bermain, ya, Bun. Selalu ajarkan pada si Kecil bahwa segala sesuatunya punya waktunya tersendiri. Jadi ketika waktunya makan, makanlah dulu sampai habis baru boleh bermain, dan seterusnya.
Pada kesempatan lain, coba bimbing anak untuk bisa menyelesaikan satu permainannya dulu sebelum berpindah ke mainan lain. Misalnya, berikan satu set puzzle dan minta si Kecil untuk menyusunnya sampai komplit.
Jika si Kecil bisa berkonsentrasi untuk menyusun puzzle selama sekitar 15 menit, Bunda bisa selingi dengan istirahat 5 menit dulu meski gambarnya belum selesai. Setelah itu, minta anak untuk melanjutkan “tugas”nya.
Fokus anak di rentang ini masih mudah terpecah sehingga penting bagi Bunda untuk memberi stimulasi yang seperti ini sesekali.
Baca Juga: 5 Cara Ampuh Ajarkan Anak Belajar Menulis Sejak TK
2. Jadilah Zona Aman bagi Si Kecil
Pada rentang usia ini, anak akan mengalami banyak hal baru. Misalnya saja, bertemu dengan teman-teman baru di sekitar rumah dan orang dewasa selain keluarganya, sampai persiapan masuk sekolah baru sehingga harus berpisah sebentar dari orang tuanya.
Bagi beberapa anak, perubahan ini adalah hal yang menyenangkan tapi ada juga anak-anak yang merasa cemas, kurang percaya diri, atau bahkan justru menghindar berada di situasi baru. Semua hal ini wajar, Bun, dan bukan berarti ada yang salah dengan si Kecil jika ia tidak sama seperti anak-anak lain.
Yang Bunda bisa lakukan adalah mengajari si Kecil menghadapi rasa takutnya agar ia tumbuh menjadi anak yang tangguh. Bagaimana caranya?
Jika si Kecil merasa takut dengan orang “asing”, Bunda bisa lebih dulu jelaskan pada si Kecil siapa orang tersebut dan apa hubungannya dengan si Kecil. Contohnya, “Nak, ini Eyang Putri, mamahnya Bunda.” Selama interaksi pertama antara si Kecil dengan orang baru, jangan langsung tinggalkan mereka berdua. Bunda bisa pangku si Kecil atau menggandeng tangannya sementara ia berkenalan dengan orang tersebut.
Begitu juga ketika si Kecil memiliki ketakutan tertentu, misalnya takut berpisah dengan Bunda, takut akan gelap, dan takut badut. Anak-anak berusia sekitar 3 tahun baru mulai belajar bagaimana mengatasi emosi yang kuat, seperti rasa takut.
Kadang sebagai orang tua kita mengatakan hal-hal seperti "Nggak usah takut Bunda tinggal," atau "Jangan takut sama badut itu," untuk membuatnya berani. Tapi, ini tidak lantas membuat anak Bunda jadi tidak takut lagi. Sebaliknya, itu dapat mengirim pesan bahwa Bunda tidak percaya bahwa si Kecil benar-benar ketakutan.
Validasi rasa takutnya dengan bertanya kepadanya seperti “Apa yang membuat adik takut kalau Bunda pergi?” atau "Apa yang adik bayangkan kalau badut itu mendekat ke sini?"
Setelah Bunda mendapat jawabannya, konfirmasikan bahwa asumsi Bunda sudah benar. Misalnya dengan mengatakan, “Adik takut Bunda jatuh ya kalau pergi ke supermarket sendirian?” atau “Adik takut diganggu oleh badut itu?”. Kemudian, jelaskan bahwa apa yang ia takuti hanya perasaannya saja, dengan memberikan bukti.
Bunda bisa berkata, “Kemarin kan Bunda juga pergi ke supermarket sendiri, Bunda nggak kenapa-kenapa kan sampai sekarang?” atau “Badut itu baik, kok, Nak, dia cuma mau ngajak kamu main. Lihat deh, teman kamu dikasih balon tuh sama om Badut. Kamu nggak mau juga? Yuk, bareng-bareng Bunda kita minta balon!”
3. Jangan Terlalu Mengendalikan Anak
Rasa percaya diri penting untuk ditanamkan sejak dini pada anak. Salah satu cara mendidik anak agar rasa kepercayaan dirinya tumbuh yaitu dengan menanamkan kesalahan adalah bagian normal dari hidup dan bukan berarti akhir dari segalanya. Setiap hal yang salah bisa diperbaiki jika kita mau berusaha dengan lebih baik.
Jadi, jangan terlalu mengendalikan anak agar ia selalu tampil sempurna tanpa cela, ya, Bun. Ingatlah bahwa orang bijak adalah orang yang menyadari kesalahannya, berani mengakuinya, mau memperbaikinya, dan mau belajar darinya.
Biarlah ia mencoba segala sesuatu dengan kemampuannya sendiri dan jangan langsung mengintervensi ketika apa yang ia lakukan kurang tepat di mata Bunda. Misalnya ketika ia salah menggunakan sabun untuk keramas ketika mencoba mandi sendiri atau menumpahkan makanan ketika ia mencoba menyendokkan lauk ke piringnya sendiri. Jangan langsung merebut apa yang ia pegang dan berkata, “Tuh kan! Udah deh biar Bunda aja, kamu kan nggak bisa!”
Bunda bisa membimbing si Kecil untuk melakukannya dengan cara yang benar untuk memberinya kepercayaan diri. Contohnya dengan berkata, “Nak, sabun itu untuk dipakai di badan ya. Kalau adik mau coba keramas sendiri, pakai botol yang ini supaya rambutnya bersih dan wangi,” atau “Nak, untuk ambil mie pake garpu yang ini ya supaya kamu gampang ambilnya. Nih, Ibu contohin caranya. Kalau pakai sendok kayak tadi jadi susah, ya?”
Jika Bunda selalu mengambil alih pekerjaan sulit yang dihadapi anak, ia akan merasa tidak pede untuk melakukannya sendiri.
4. Ajarkan Anak untuk Disiplin
Sebagai orang tua, salah satu tugas Bunda adalah mendidik anak untuk berperilaku baik. Tentu ini bukan tugas yang main-main beratnya, ya? Tapi, jangan khawatir. Bunda bisa memulainya dengan langkah sederhana, misalnya dengan membiasakan ia berdisiplin diri.
Disiplin bukan hanya penting untuk membentuk karakter anak, tapi juga menentukan kesuksesan akademik dan kebahagiaan diri anak. Tanpa disiplin, buah hati mungkin kesulitan menavigasi hubungan dan tantangan dalam hidup, seperti menyelesaikan PR dan belajar untuk ujian.
Disiplin bukan berarti harus memakai hukuman atau ultimatum kata-kata keras supaya anak jadi patuh. Beberapa cara yang bisa Bunda lakukan untuk menanamkan rasa disiplin pada anak adalah:
-
Tunjukkan dan beritahu. Ajari anak mana yang benar dan salah tidak hanya dengan kata-kata tapi juga dari tindakan. Contohkan perilaku yang ingin Bunda lihat pada anak-anak Bunda.
-
Beri batasan. Orang tua harus tahu kapan berkata “ya” dan “tidak” saat anak meminta sesuatu, dan menjelaskan aturan serta konsekuensinya dari suatu perbuatan negatif. Misalnya, katakan padanya bahwa jika ia tidak mau membereskan mainannya, ia tidak boleh bermain lagi selama sisa hari itu.
-
Arahkan perilaku buruk ke aktivitas lain. Terkadang anak-anak berperilaku tidak baik karena mereka bosan atau tidak tahu kenapa itu buruk. Temukan hal lain yang lebih baik untuk dilakukan anak. Misalnya daripada membiarkan anak melempar-lempar mainan, berikan ia bola atau ajak ia main ke taman.
-
Beri mereka perhatian. Ingat, semua anak menginginkan perhatian orang tua mereka. Jadi, cara yang paling efektif untuk membuat anak belajar disiplin adalah perhatian dari orang tuanya. Beri pujian dan motivasi anak setiap kali ia menunjukkan perilaku yang baik dan nasehati perilakunya yang buruk.
Baca Juga: Si Kecil Masuk Sekolah? Persiapkan agar Punya 9 Skill Ini!
Mengajarkan hal-hal baik kepada anak tidaklah instan. Ingatlah bahwa mereka hanya anak-anak yang masih perlu dibimbing dengan kasih sayang. Yuk, jangan lupa bergabung menjadi anggota Klub Generasi Maju untuk dapatkan lebih banyak lagi tips dan trik seputar parenting lainnya, Bun!
Referensi:
- https://www.firstthingsfirst.org/parent-kit/preschooler-ages-3-5/
- Diakses pada 11 Oktober 2022
- https://www.verywellfamily.com/parenting-advice-for-preschoolers-2631976 Diakses pada 11 Oktober 2022
- https://www.smartparents.sg/child/primary-school-education/5-effective-ways-help-your-child-learn-faster Diakses pada 11 Oktober 2022
- https://www.pbs.org/parents/thrive/tips-for-helping-your-child-focus-and-concentrate diakses pada 11 Oktober 2022
- https://www.understood.org/en/articles/how-to-improve-focus-in-kids diakses pada 11 Oktober 2022
- https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/conditionsandtreatments/fear-and-anxiety-children diakses pada 11 Oktober 2022