Facebook Pixel Code 10 Cara Membangun Komunikasi antara Orang Tua dan Anak

10 Cara Membangun Komunikasi antara Orang Tua dan Anak

10 Cara Membangun Komunikasi antara Orang Tua dan Anak

Komunikasi penting untuk membangun hubungan yang sehat dengan anak. Akan tetapi, komunikasi tidak hanya sekadar dari Ayah dan Bunda yang memberikan nasihat atau minta tolong si Kecil untuk melakukan sesuatu. Komunikasi yang baik justru memberikan kesempatan bagi anak mengekspresikan diri sendiri. 

Komunikasi positif secara dua arah antara orang tua dan anak sangat dibutuhkan agar si Kecil tumbuh maksimal menjadi sosok yang berani dan percaya diri dalam kehidupan sehari-harinya. 

Cara Membangun Komunikasi antara Orang Tua dan Anak

Bunda, kualitas komunikasi antara orang tua dan anak sangat berpengaruh pada self-concept atau konsep diri si Kecil. 

Self-concept merupakan bagaimana anak menilai dan memandang posisi dirinya di dalam keluarga dan komunitas sosial tempat ia berada. Perkembangan self-concept sendiri mulai terjadi saat anak berusia 2 hingga 6 tahun. 

Apabila komunikasi di dalam rumah terjalin dengan baik, si Kecil juga akan mengembangkan konsep diri yang positif. Ia merasa dihargai dan diterima keberadaannya. 

Kebalikannya, anak yang terbiasa menerima kritik, disalahkan, dan di hakimi oleh orang tuanya kemungkinan besar akan tumbuh dengan konsep diri yang negatif. Ia akan merasa tidak penting dan apapun yang ia lakukan terasa salah. 

Membangun komunikasi positif mungkin memang bukan hal yang mudah, apalagi jika Bunda datang dari keluarga yang tidak terbiasa untuk memiliki perbincangan hangat setiap harinya. 

Walau begitu, jangan patah semangat, ya. Berikut adalah beberapa cara sederhana untuk membangun komunikasi antara orang tua dan anak yang dapat Bunda terapkan di rumah: 

1. Dengarkan Anak dengan Penuh Perhatian

Anak adalah individu yang berbeda. Kepala mungilnya mungkin menyimpan berbagai pendapat dengan sudut pandang unik dan imajinasi yang menakjubkan. 

Di sini tugas Bunda adalah mendengarkan dengan sungguh-sungguh ketika si Kecil bercerita atau menyampaikan pendapatnya. Untuk menunjukkan bahwa Bunda benar-benar tertarik dan menyimak cerita si Kecil, Bunda perlu menunjukkan berbagai gestur tubuh, seperti: 

  • Tersenyum.

  • Tertawa ketika ada yang lucu.

  • Mengangguk untuk menunjukkan persetujuan.

  • Menimpali dengan kata-kata yang sesuai.

  • Membelalakkan mata untuk menunjukkan rasa terkejut dan lain sebagainya. 

Tidak berhenti pada gestur tubuh saja, Bunda juga dapat menunjukkan ketertarikan pada cerita anak dengan cara memberikan beberapa pertanyaan kepada si Kecil, antara lain: 

  • Oh ya? Menurut adik kenapa bisa begitu? 

  • Apa yang terjadi selanjutnya? 

  • Bagaimana bisa ban mobil-mobilannya terlepas? 

Selain untuk menunjukkan pada si Kecil bahwa Bunda benar-benar tertarik dan mendengarkan ia bercerita, pertanyaan-pertanyaan tadi juga membantu anak untuk meningkatkan keterampilan berbicaranya. 

Ia akan terbiasa untuk berbicara secara runtut tanpa meninggalkan detail-detail penting yang perlu diketahui lawan bicaranya. 

Selain mendengarkan secara aktif, Bunda juga perlu menghindari menyela saat si Kecil bercerita. Biarkan ia berbicara hingga selesai baru kemudian memberikan respon. Ini menjadi contoh yang baik bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita harus berbicara dan mendengarkan secara bergantian.

2. Bicara dengan Bahasa Sederhana

Anak masih memiliki kamus kosakata yang terbatas, jadi sebisa mungkin gunakan kata-kata yang sederhana atau sesuai dengan usianya saat berbicara. Selain itu, Bunda juga perlu berbicara dengan jelas dan spesifik.   

Baca juga: Kapan Usia Ideal Anak Masuk Sekolah PAUD?

3. Hindari Kata-Kata Menghakimi

Ketika anak menceritakan sesuatu, mungkin Bunda tergelitik untuk segera memberikan nasihat karena menurut Bunda apa yang dilakukan si Kecil kurang tepat. 

Alih-alih langsung menyatakan si Kecil membuat kesalahan dan harus segera memperbaikinya dengan cara tertentu, lebih baik Bunda mengajak anak untuk memutuskan sendiri apakah tindakan yang diambil sudah tepat. 

Contohnya saat tiba-tiba si Kecil berkata, “Aku tidak mau lagi bermain dengan Agung!”

Bunda dapat menjawab pertanyaan si Kecil dengan kalimat pertanyaan seperti, “Adik tidak mau bermain dengan Agung lagi?” 

Pertanyaan yang bersifat reflektif tersebut memberikan ruang bagi si Kecil untuk mengekspresikan emosinya tanpa merasa dihakimi dan dijatuhkan. 

Ia mungkin akan bercerita panjang-lebar dan mengemukakan banyak hal yang belum pernah Bunda pikirkan sebelumnya. 

Keterbukaan si Kecil akan menjadi pintu gerbang menuju penyelesaian masalah terefektif karena disepakati oleh Bunda dan si Kecil. 

4. Jangan Abaikan Perasaan Negatif Anak

Terkadang sebagai orang dewasa kita ingin selalu terlihat kuat sehingga kita memendam dalam-dalam perasaan tidak menyenangkan seperti rasa malu, sedih, takut, marah dan lain sebagainya. 

Yuk, Bunda, bersama-sama mulai kita ubah kebiasaan tersebut! Mulai dari mengakui perasaan diri sendiri kemudian akui juga perasaan negatif yang sedang dirasakan si Kecil.

Jadi, saat si Kecil bercerita tentang kegiatannya sehari-hari, Bunda tidak perlu melewati bagian-bagian yang kurang menyenangkan. Meminta anak untuk berhenti merasa khawatir, sedih, marah, dan sebagainya akan membuat si Kecil terbiasa untuk “melarikan diri” dari perasaannya.

Hindari menggunakan kata-kata yang menjatuhkan dan membuat anak merasa tidak dicintai seperti: 

  • Kan sudah Bunda bilang …

  • Makannya Adik ikuti kata Bunda …

  • Kalu marah-marah bukan anak Bunda …

  • Cuma es krim jatuh, tidak usah menangis. Besok beli lagi.

  • Malu ih kalau ngompol, diketawain teman-teman.

Ketika ia tidak merasa dicintai dan tidak mendapatkan rasa aman dan nyaman saat bercerita pada Bunda, lama-kelamaan ia akan memilih diam atau bercerita pada orang lain yang belum tentu dapat menanggapi cerita anak dengan baik. 

Bunda lebih baik mencoba mendengarkan dan menanggapi apa yang si Kecil sampaikan secara “peka”. 

Bantu si Kecil untuk melabeli atau menamai apa yang ia rasakan. Bantu si Kecil memahami perasaan tersebut dan bersama-sama ajak anak mencari solusinya.

“Adik sedih ya karena es krimnya jatuh? Boleh, adik boleh menangis dulu sampai sedihnya reda. Sini menangis sambil Bunda peluk, ya.”

Kemudian, ketika si Kecil sudah berhenti menangis dan bisa diajak berbicara, Bunda bisa mengajak anak merefleksikan apa yang terjadi. Berikut contoh skenario percakapannya:  

Bunda : “Sudah menangisnya? Adik tadi menangis karena apa sih?” 

Si Kecil : (Anak menjawab es krimnya jatuh).

Bunda : “Kok es krimnya bisa jatuh?”

Si Kecil : “Tadi Adik makan es krim sambil lari-lari sama Tomas.”

Bunda : “Biar es krimnya tidak jatuh, besok lagi adik harus bagaimana sih kalau sedang makan es krim?”

Si Kecil : “Besok adik harus makan es krim sambil duduk.”

5. Tatap Mata si Kecil dengan Hangat

Selain menggunakan kata-kata, Bunda juga perlu menggunakan bahasa tubuh, nada bicara, dan ekspresi wajah yang sesuai saat berbicara dengan si Kecil. Hal ini dinamakan nonverbal communication. 

Hal tersebut dapat digunakan untuk mengirimkan sinyal positif dan menguatkan pesan apa yang ingin Bunda sampaikan pada si Kecil.

Salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang dapat Bunda lakukan adalah membuat kontak mata saat berbicara dengan si Kecil. 

Apabila Bunda sedang membelakangi si Kecil, segera balikkan badan dan buat kontak mata selama beberapa saat dengan anak untuk memperlihatkan bahwa Bunda memberikan si Kecil perhatian dan menganggap apa yang dikatakan si Kecil penting.

Satu hal yang perlu dicatat, ketika Bunda menanyakan sesuatu pada anak lalu memalingkan muka pada saat ia menjawab, si Kecil dapat berpikir Bunda tidak terlalu tertarik dengan jawabannya. 

Jadi, sebisa mungkin Bunda memberikan kontak mata hingga si Kecil benar-benar selesai berbicara. 

Baca juga: 3 Alasan Orangtua Perlu Rutin Ceritakan Dongeng untuk Anak

6. Samakan Posisi Tubuh

Jika sedang dalam posisi berdiri, Bunda bisa segera ambil posisi duduk atau jongkok agar level mata sejajar dengan anak. Ini membantu agar terbentuk kontak mata yang optimal, terutama untuk anak usia dini muda.

Selain untuk membentuk kontak mata, menyamakan level tubuh dengan anak juga menunjukkan bahwa Bunda ingin lebih dekat dengan anak dan ingin membuat mereka merasa lebih aman untuk menyampaikan apapun yang mereka inginkan.

7. Menunjukkan Bahasa Tubuh Menerima

Ketika berbicara dengan si Kecil usahakan untuk menggunakan nada bicara yang menyenangkan, postur badan yang santai, dan raut muka yang tenang. 

Bahasa tubuh ini mengirimkan sinyal pada anak bahwa Bunda siap mendengarkan untuk segala bentuk cerita yang akan disampaikan. Alhasil, si Kecil merasa lebih aman dan nyaman untuk terbuka pada Bunda. 

Bahasa tubuh kadang berbicara lebih keras daripada kata-kata yang Bunda ucapkan dengan mulut. Jadi pastikan ketika berbicara Bunda menunjukkan ekspresi muka yang sesuai. 

Misalkan saat menanyai si Kecil apa saja yang tadi ia lakukan di sekolah, pastikan Bunda memasang ekspresi wajah ceria dan penasaran. Jangan berbicara dengan nada riang namun sambil menyipitkan mata dan mengerutkan alis bagaikan polisi yang sedang menyelidik. Si Kecil akan merasa tidak nyaman dan mengira Bunda sedang marah. 

Baca juga: Penyebab Bunda Kesulitan Berkomunikasi Dengan Balita

8. Menegur Perilaku, Bukan Melabeli Anak

Tingkah si Kecil terkadang sangat unik dan menguji kesabaran ya, Bun! Apabila Bunda tidak setuju dengan apa yang si Kecil lakukan, pastikan ketika memberikan teguran berfokus pada perilakunya, ya. Jangan menegur dengan memberikan label negatif pada si Kecil. 

Ketika anak belum membereskan mainannya, jangan katakan, “Adik tu anaknya berantakan, Bunda tidak suka.”

Lebih baik Bunda mengatakan, “Bunda tidak suka ketika melihat mainan adik tidak dimasukkan lagi ke dalam kotak setelah selesai digunakan. Mainan Adik bisa membuat orang lain tersandung. Nanti kakinya sakit. Kita rapikan bersama, yuk!”

Melabeli anak dengan kata-kata negatif tidak akan membuat mereka mau mendengarkan kata-kata Bunda. Hal tersebut justru akan menjadi bumerang. 

Lambat tapi pasti si Kecil akan mempercayai label yang Bunda berikan sebagai identitas dirinya dan bersikap sesuai dengan label tersebut. 

9. Luangkan Waktu untuk Bermain

Meluangkan waktu untuk bermain merupakan cara berkomunikasi dengan anak yang berguna untuk mempererat hubungan Bunda dan si kecil. Gunakan waktu bermain untuk mendengarkan perkataannya, memuji, meniru, atau mendeskripsikan suatu hal. Salah satu cara meluangkan waktu untuk bermain adalah membacakan buku cerita untuk si Kecil.

Bunda dapat mendorongnya berbicara dengan meminta si Kecil menjelaskan hal-hal sederhana yang ada di buku cerita. Puji si Kecil ketika ia berhasil menjawab sesuatu yang Bunda tanyakan.

Gunakan perilaku buruk di sebuah buku cerita untuk mendeskripsikan kepada anak bahwa hal tersebut bukan hal yang baik untuk dilakukan. Selain menyenangkan untuk dilakukan, Bunda dapat mengajarkan banyak hal saat meluangkan waktu untuk bermain dengan si Kecil.

Baca juga: Tips Memaksimalkan Gadget Untuk Sarana Belajar si Kecil

10. Menjadi Contoh yang Baik

Si Kecil akan kesulitan untuk mengkomunikasikan apa yang ada di dalam otak mereka apabila tidak pernah melihat orang disekitarnya melakukan hal yang sama. Oleh karena itu, Bunda dapat sering-sering mengajak si Kecil ngobrol. 

Bicarakan hal-hal sederhana yang terjadi sehari-hari. Contohnya, “Adik, tadi di pasar Bunda bertemu Tante Rita. Tante Rita membeli semangka banyak sekali. Karena Tante Rita tahu Adik suka semangka, makannya Bunda dikasih satu. Nanti kita telepon Tante Rita untuk bilang terima kasih, ya!”

Kemudian ganti motivasi anak untuk bicara dengan mengatakan, “Nah, selama Bunda ke pasar, Adik main apa sama Ayah?”

Membiasakan komunikasi positif memang tidak mudah, namun kami yakin Bunda pasti bisa. Perlahan-lahan tidak apa-apa Bunda, yang penting konsisten. Semuanya demi membentuk si Kecil menjadi generasi maju yang percaya diri dan berani!

Selain membiasakan komunikasi positif, Bunda juga jangan lupa juga untuk terus melengkapi kebutuhan gizi harian anak lewat pemberian susu pertumbuhan yang telah diperkaya dengan berbagai nutrisi esensial, seperti susu SGM Eksplor 3+.

SGM Eksplor, satu-satunya susu pertumbuhan dengan IronC™, kombinasi unik Zat Besi & Vitamin C untuk memaksimalkan penyerapan nutrisi hingga 2x lipat.

Dilengkapi dengan DHA, Minyak Ikan, Omega 3&6,  tinggi kalsium & vitamin D, serta nutrisi penting lainnya, untuk bantu si Kecil agar ia siap belajar!

Jangan lupa juga kunjungi Sekolah Generasi Maju untuk dapatkan tips serta pedoman pola asuh si Kecil di rumah.

 

Referensi tambahan:

  1. Health. (2021). Young children and communication. Vic.gov.au. https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/healthyliving/young-children-and-communication

  2. How to communicate effectively with your young child. (2022). Unicef.org. https://www.unicef.org/parenting/child-care/9-tips-for-better-communication

  3. Answers from Experts. (2023). https://www.cdc.gov/parents/essentials/toddlersandpreschoolers/communication/answersfromexperts.html

  4. Communicating well with babies and children: tips. (2020, August 31). Raising Children Network. https://raisingchildren.net.au/toddlers/connecting-communicating/communicating/communicating-well-with-children

  5. Nonverbal communication: body language and tone of voice. (2020, October 22). Raising Children Network. https://raisingchildren.net.au/toddlers/connecting-communicating/communicating/nonverbal-communication#:~:text=Use%20your%20body%20language%20to,calm%2C%20reassuring%20tone%20of%20voice.

  6. Avoid labeling your child | Extension | University of Nevada, Reno. (2019). Extension | University of Nevada, Reno. https://extension.unr.edu/publication.aspx?PubID=3011#:~:text=Labeling%20affects%20the%20way%20children,goodby%20putting%20children%20in%20boxes.

Artikel Terpopuler