Kekurangan zat besi dapat berakibat negatif pada kesehatan dan tumbuh kembang anak. Bahkan, masih banyak juga orang tua yang tidak menyadari bahwa kekurangan zat besi dapat memicu risiko anemia yang berpengaruh terhadap kecerdasan anak. Bunda perlu mengetahui lebih dalam mengenai apa saja dampak yang mungkin terjadi sebagai akibat dari kondisi ini agar semakin termotivasi untuk bisa terus mencukupi kebutuhan zat besi anak dengan baik.
Jadi, apa yang terjadi jika anak kekurangan zat besi?
Apa Akibatnya Jika Anak Kekurangan Zat Besi?
Ada banyak dampak negatif yang bisa dialami anak ketika ia kekurangan asupan zat besi. Bahkan beberapa dari dampak negatif tersebut bahkan bersifat jangka panjang dan sulit untuk diperbaiki.
Secara umum, kekurangan zat besi yang berlangsung lama dan tidak diatasi dapat menyebabkan gangguan perilaku, emosi, hingga gangguan motorik pada anak.
Berikut adalah beberapa hal yang mungkin terjadi pada anak akibat kekurangan zat besi:
1. Anemia Defisiensi Besi
Zat besi adalah mineral yang berperan penting untuk membentuk hemoglobin dalam sel darah merah. Hemoglobin itu sendiri adalah protein yang bertugas menyalurkan oksigen ke seluruh organ dan jaringan otot tubuh lewat aliran darah.
Saat anak kekurangan zat besi, tubuhnya tidak dapat memproduksi hemoglobin dan sel darah merah yang cukup. Kurangnya produksi hemoglobin membuat pasokan oksigen dalam darah berkurang sehingga tubuh si Kecil tidak mendapat oksigen yang cukup. Hal inilah yang menyebabkan anak berisiko mengalami anemia defisiensi besi.
Anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup umum terjadi pada anak. Berikut adalah beberapa dampak yang mungkin terjadi pada anak akibat anemia defisiensi besi:
-
Kuku berubah menjadi rapuh dan bergaris-garis vertikal, bentuknya juga cekung bagaikan sendok (koilonychias).
-
Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap akibat hilangnya papila lidah (tonjolan-tonjolan kecil pada permukaan lidah).
-
Adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak seperti bercak berwarna pucat keputihan (angular cheilitis).
-
Nyeri saat menelan (disfagia).
Namun, dampak yang paling mengkhawatirkan dari anemia defisiensi besi pada anak adalah risiko gagal tumbuh dan keterlambatan perkembangan otak akibat stunting.
2. Keterlambatan Perkembangan
Zat besi memiliki fungsi penting di dalam pembentukan selubung saraf otak dan neurotransmitter, yaitu zat kimia yang berperan sebagai penghantar pesan dari otak ke jaringan tubuh.
Tanpa adanya selubung saraf mielin dan neurotransmitter ini, serabut saraf otak tidak bisa saling terhubung untuk membentuk cabang baru. Padahal, semakin banyak dan semakin kuat percabangan saraf dalam otak membantu meningkatkan keterampilan kognitif anak.
Melansir IDAI, salah satu kemungkinan akibat dari keterlambatan perkembangan otak ini adalah melemahnya daya tangkap anak alias lemot.
Selain itu, anak yang mengalami defisiensi besi kronis juga berisiko lebih tinggi mengalami keterlambatan perkembangan motorik, perilaku, dan psikologis yang mungkin bertahan lama.
3. Gangguan Kecerdasan
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, zat besi berperan dalam penghantaran oksigen ke seluruh bagian tubuh, termasuk otak. Apabila suplai oksigen ke dalam otak terganggu tentu saja fungsi otak akan menurun. Sebab oksigen berperan besar dalam proses pengaktifan berbagai enzim yang mengatur pertumbuhan otak.
Jika asupan zat besi kurang dan pertumbuhan otak terganggu, di luar tubuhnya si Kecil akan tampak kesulitan dalam belajar dan tidak cepat tanggap saat menerima berbagai stimulus baru.
Apalagi jika terjadi pada tiga tahun pertama kehidupan anak. Selain menurunkan kemampuan belajar, kekurangan zat besi juga dapat berakibat pada menurunnya tingkat konsentrasi dan kemampuan memori anak.
Bahkan, anak yang kekurangan zat besi secara kronis dapat mengalami penurunan skor IQ hingga 10 poin. Mengetahui fakta ini, Bunda pasti semakin paham betapa pentingnya asupan zat gizi yang cukup pada anak.
4. Fungsi Motorik Menurun
Salah satu ciri utama seorang anak yang kekurangan zat besi adalah merasa lemas dan lelah sepanjang waktu. Jika tubuhnya sudah terasa lelah, si Kecil pasti sudah tidak memiliki motivasi untuk bermain dan bergerak secara aktif.
Jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama, kemampuan motorik anak tidak akan berkembang dengan baik. Kemampuan motoriknya pun berkembang di bawah rata-rata karena proses penerimaan sinyal di dalam otak dan pengiriman reaksi di kepada otot-otot tubuh berjalan lambat.
5. Anak Mudah Rewel dan Susah Bersosialisasi
Anak yang kekurangan zat besi akan cenderung merasa lemas dan tidak berenergi karena kekurangan nutrisi. Seperti yang dijelaskan di atas pun, tidurnya pun jadi tidak nyenyak.
Hal-hal tersebut tentu membuat suasana hati anak buruk. Jika suasana hatinya sudah buruk, anak akan cenderung rewel dan kesulitan untuk bermain dengan teman sebayanya. Sehingga dapat dikatakan, kemampuan bersosialisasi anak akan memburuk.
6. Kualitas Tidur Anak Buruk
Salah satu akibat kekurangan zat besi pada anak adalah kualitas tidur yang buruk. Sudah banyak penelitian yang melaporkan bahwa terus-terusan kekurangan waktu tidur dapat menyebabkan anak sulit bertumbuh kembang dengan optimal.
Hal ini karena selama tidur tubuh anak akan memproduksi hormon pertumbuhan bernama HGH yang berperan dalam meningkatkan ukuran dan volume otak, memelihara fungsi jantung dan otak, menjaga kesehatan otot dan tulang, memperkuat daya tahan tubuh, serta menjaga keseimbangan cairan tubuh.
Jika kualitas tidur si Kecil buruk, produksi HGH akan berkurang sehingga otomatis fungsi tubuh dan otaknya akan ikut menurun.
Baca Juga: Gejala Anemia Pada Anak dan Cara Mengatasinya
Cara Menambah Asupan Zat Besi Anak
Sekarang Bunda sudah tahu bukan apa saja dampak mengkhawatirkan dari kekurangan asupan zat besi pada si Kecil. Untuk itu, Bunda juga perlu memahami bagaimana caranya memenuhi asupan zat besi anak untuk menghindari segala risiko dampak negatifnya.
Lantas, berapa kebutuhan zat besi pada anak? Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, anak usia 1-3 tahun membutuhkan 7 mg zat besi setiap hari, dan meningkat menjadi 10 mg zat besi per hari di usia 4-6 tahun. Pada umumnya pun kebutuhan zat besi anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-laki.
Untuk mengetahui apakah asupan zat besi si Kecil sudah cukup, Bunda juga dapat cek melalui Iron Check Tools yang kami sediakan secara gratis. Apabila si Kecil sudah menunjukkan gejala-gejala defisiensi zat besi, jangan tunda membawanya ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat, ya!
Nah, bagaimana cara menambah asupan zat besi anak? Cara yang paling efektif adalah dengan memberikan makanan si Kecil yang tinggi zat besi. Sebab, salah satu alasan terbesar mengapa anak-anak sangat rentan mengalami anemia adalah karena kurang mengonsumsi protein hewani yang merupakan sumber zat besi tinggi.
Ada dua jenis sumber asupan zat besi yaitu heme (hewani) dan non-heme (sayuran). Sumber besi heme lebih mudah diserap oleh tubuh yaitu sebesar 23%. Sementara itu, sumber besi non-heme hanya dapat diserap oleh tubuh sebesar 3-8% saja.
Sumber zat besi heme terbaik bisa didapatkan dari daging berwarna merah seperti daging sapi dan kambing, daging ayam, hati sapi dan ayam, serta telur. Sementara zat besi non-heme banyak terkandung dalam bayam, brokoli, tahu, dan tempe. Pastikan Bunda memberikan variasi makanan yang mengandung zat besi hewani maupun nabati minimal 2 kali dalam sehari.
Baca Juga: Anak Susah Makan? Simak 7 Trik Sukses Menghadapinya
Bunda juga dapat bantu mengoptimalkan kebutuhan zat besi harian si Kecil dari dampingan susu pertumbuhan yang terfortifikasi dengan zat besi dan vitamin C, seperti SGM Eksplor 1+. Sebab, vitamin C dapat bantu maksimalkan penyerapan zat besi untuk dukung tumbuh kembang optimal si Kecil dan cegah anemia
SGM Eksplor 1+ adalah satu-satunya susu pertumbuhan dengan IronC™, kombinasi unik Zat Besi & Vitamin C untuk memaksimalkan penyerapan nutrisi hingga 2x lipat. Dilengkapi dengan DHA, Minyak Ikan, Omega 3&6 serta nutrisi penting lainnya, bantu si Kecil tumbuh maksimal jadi generasi maju yang berpikir cepat dan berani.
Referensi:
- “Office of Dietary Supplements - Iron.” Nih.gov, 2022, ods.od.nih.gov/factsheets/Iron-Consumer/#:~:text=Iron%20is%20a%20mineral%20that,that%20provides%20oxygen%20to%20muscles. Accessed 15 Dec. 2022.
- “IDAI | Pastikan Bayi Anda Cukup Zat Besi?” Idai.or.id, 2017, www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/pastikan-bayi-anda-cukup-zat-besi. Accessed 15 Dec. 2022.
- “Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.” Kemkes.go.id, 2022, yankes.kemkes.go.id/view_artikel/182/anemia-defisiensi-besi-pada-anak. Accessed 15 Dec. 2022.
- “IDAI | ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA BAYI DAN ANAK.” Idai.or.id, 2013, www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-pada-bayi-dan-anak#:~:text=Fungsi%20zat%20besi%20yang%20paling,laku%20dan%20pertumbuhan%20seorang%20bayi. Accessed 15 Dec. 2022.
- Fitriany, Julia, and Amelia Saputri. “ANEMIA DEFISIENSI BESI.” Google Schoolar, Jurnal Averrous, 1018, scholar.google.co.id/scholar_url?url=ojs.unimal.ac.id/averrous/article/download/1033/552&hl=en&sa=X&ei=07WaY53XOc6vywTpz6foAg&scisig=AAGBfm1YnvVhX3EjjxqNo_KsOh4od9A12g&oi=scholarr. Accessed 15 Dec. 2022.
- Purnamasari1, Dwi, et al. Pengaruh Defisiensi Zat Besi Dan Seng Terhadap Perkembangan Balita Serta Implementasinya. Jurnal Sains dan Kesehatan, 2020, jsk.farmasi.unmul.ac.id/index.php/jsk/article/download/194/152/780#:~:text=Zat%20besi%20berperan%20penting%20dalam,Sintesis%20neurotransmiter%20dimulai%20saat%20embriogenesis.. Accessed 15 Dec. 2022.
- Irsa, Lily. “Gangguan Kognitif Pada Anemia Defisiensi Besi.” ResearchGate, Paediatrica Indonesiana - Indonesian Pediatric Society, 6 Dec. 2016, www.researchgate.net/publication/312260038_Gangguan_Kognitif_pada_Anemia_Defisiensi_Besi/link/59edf3bc4585158fe5374051/download. Accessed 15 Dec. 2022.
- Fretham, Stephanie J. B., et al. “The Role of Iron in Learning and Memory.” Advances in Nutrition, vol. 2, no. 2, 1 Mar. 2011, pp. 112–121, www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3065765/, 10.3945/an.110.000190. Accessed 15 Dec. 2022.
- Fretham, Stephanie J. B., et al. “The Role of Iron in Learning and Memory.” Advances in Nutrition, vol. 2, no. 2, 1 Mar. 2011, pp. 112–121, www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3065765/, 10.3945/an.110.000190. Accessed 15 Dec. 2022.