Tak banyak yang tahu bahwa penyebab alergi susu sapi pada dasarnya dipicu oleh gangguan sistem kekebalan tubuh seorang anak terhadap protein susu sapi. Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan bahwa kejadian alergi susu sapi sekitar 2-7.5% dan reaksi alergi terhadap susu sapi masih mungkin terjadi pada 0.5% pada bayi yang mendapat ASI eksklusif.
Nah, untuk tahu lebih lanjut mengenai gejala, penyebab alergi susu sapi, serta dampaknya bagi tumbuh kembang Si Kecil Bunda bisa menyimak informasi di bawah ini!
Gejala Alergi Susu Sapi
Untuk memahami gejala alergi susu sapi, Bunda perlu tahu dulu bahwa alergi susu sapi dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. IgE mediated adalah alergi susu sapi yang diperantarai oleh IgE. Gejala klinis timbul dalam waktu 30 menit sampai 1 jam setelah mengonsumsi protein susu sapi. Gejala yang bisa muncul antara lain kulit memerah dan muncul pembengkakan, ruam kulit, gatal, peradangan kulit berupa kering dan gatal, muntah, nyeri perut, diare, serta sensitivitas terhadap senyawa yang masuk ke tubuh.
2. Non-IgE mediated merupakan alergi susu sapi yang tidak diperantarai oleh IgE, tetapi diperantarai oleh IgG. Gejalanya alergi susu sapi tipe ini lebih lambat, yakni kurang dari 1 jam setelah mengonsumsi protein susu sapi. Gejala tersebut antara lain kolik, peradangan di usus besar atau usus halus, infeksi anus, rektum, dan usus besar, anemia, serta gagal tumbuh.
Penyebab Alergi Susu Sapi
Secara umum terdapat berbagai faktor si Kecil bisa mengalami alergi terhadap protein susu sapi. Faktor tersebut antara lain:
1. Faktor genetik di mana 40% bayi yang lahir dari bunda penderita alergi kemungkinan akan mengalami alergi pula di kemudian hari
2. Terpapar oleh berbagai bahan alergi atau alergen; bahan tidak saja yang dimakan oleh bayi secara langsung, tetapi juga yang dikonsumsi oleh ibu menyusui
3. Faktor lain yang ikut berkontribusi, misalnya polusi udara, asap rokok, bintang piaraan, dan cuaca.
Bunda, selain penyebab alergi susu sapi tersebut, ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seorang anak mengalami alergi susu sapi, seperti:
-
Adanya alergi lain, misalnya alergi makanan atau alergi cuaca
-
Dermatitis atopik. Anak-anak yang menderita dermatitis atopik atau peradangan kulit, jauh lebih mungkin mengalami alergi susu sapi
-
Riwayat keluarga yang juga puna alergi terhadap makanan atau alergi lainnya
Dampak Alergi Susu Sapi
Ketika alergi susu sapi terjadi dalam waktu yang berkepanjangan, maka bukan tidak mungkin si Kecil akan terdampak akibatnya. American Academy of Allergy, Asthma & Immunology menyebutkan bahwa dampak alergi susu sapi adalah anak akan cenderung memiliki berat badan dan tinggi badan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Maka dari itu, keadaan ini tidak boleh dianggap sepele, ya Bun.
Lalu, Bunda mungkin sudah bertanya-tanya, apa yang sebaiknya harus dilakukan? Hal mendasar mengenai penanganan alergi, termasuk alergi susu sapi adalah menghindari bahan yang menyebabkan reaksi alergi. Aturan ini pun membuat Bunda perlu memilih dengan cermat produk yang dipilih dengan membaca label produk susu yang bakal diberikan.
Salah satu solusi yang bisa diberikan adalah susu SGM Eksplor Soya Prog-gress Maxx dengan Iron C. Pasalnya, susu ini diperuntukkan pada anak berusia 1-5 tahun dengan kondisi alergi susu sapi.
SGM Eksplor Soya Pro-gress Maxx punya dua varian rasa madu dan vanila yang bisa Bunda pilih. Selain itu, ada Isolat Protein Soya, zat besi dan vitamin C (IronC), zinc, vitamin D, kalsium, serat pangan, omega 3 & 6, dan minyak ikan di dalamnya yang akan membantu proses tumbuh kembang anak.
Reference:
- https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/
- Rekomendasi-Diagnosis-dan-Tata-Laksana-Alergi-Susu-Sapi-2014.pdf
- https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/mengenali-alergi-susu-sapi-pada-anak
- https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/milk-allergy/symptoms-causes/syc-20375101
- https://www.healio.com/news/pediatrics/20180315/allergy-to-
- cows-milk-negatively-impacts-pediatric-weight-height
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3834685/
|