Penulis : dr Olivia Violetta
Pernahkah anak mengalami diare? Survei di dunia menyatakan, diare menempati urutan kedua penyebab kematian terbanyak pada balita, setelah pneumonia (radang paru). Satu dari sembilan kematian anak disebabkan diare.1
Kelompok anak yang tinggal di negara-negara di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan Afrika sub-Sahara, mengalami diare terbanyak di antara kelompok anak di negara lain. Angka kematian anak akibat diare mencapai 83%.2 Menurut data RISKESDAS 2018, di Indonesia terdapat 10 provinsi dengan persentase diare pada balita tertinggi, yaitu Sumatera Utara, diikuti Papua, Aceh, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Jawa Barat, Banten, kemudian Sulawesi Tengah.3
Baca Juga: Cegah Difteri dengan Imunisasi
Penyebab diare pada anak sangat bervariasi, mulai dari infeksi mikro-organisme seperti virus, bakteri, parasit (contoh: cacing, amuba), jamur. Ada juga penyebab non-infeksi seperti alergi susu sapi, intoleransi laktosa, bahkan faktor psikologis seperti kecemasan/ketakutan.2,4
Secara umum, diare didefinisikan sebagai buang air besar (BAB) dengan konsistensi lebih cair dan frekuensi lebih sering dari keadaan normal.2 Bayi usia 0-28 hari dikatakan mengalami diare bila BAB lebih dari 6 kali per hari. Pada anak usia 1 bulan ke atas dinyatakan diare bila BAB lebih dari 3 kali per hari.2,3 Meski sebagian besar diare disebabkan infeksi, penyebab lain seperti alergi susu sapi cukup sering dijumpai terjadi pada anak.4,5
Tata Laksana Alergi Susu Sapi oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan angka kejadian alergi susu sapi sebesar 2-7,5%.5 Menariknya, alergi susu sapi tidak hanya terjadi pada anak yang telah mengonsumsi susu formula atau makanan olahan yang mengandung susu sapi. Sebanyak 0,5% alergi juga terjadi pada anak yang mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif. Ini umumnya dikarenakan diet Bunda mengandung protein susu sapi yang dapat dikeluarkan melalui ASI.4
Mari kita kupas bersama perbedaan mekanisme penyebab diare akibat infeksi dengan alergi susu sapi, gejala, serta penanganannya.
Alergi susu sapi adalah suatu reaksi imunologis (kekebalan tubuh), yang tidak diinginkan/tidak normal, terhadap protein yang terdapat di dalam susu sapi (kasein dan whey).4,5 Diare akibat alergi susu sapi disebabkan reaksi antibodi tubuh anak dan dapat muncul sebagai diare hingga merusak sel usus.
Ini berbeda dengan diare akibat infeksi yaitu akibat peran mikro-organisme.2 Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko alergi susu sapi apabila anak memiliki riwayat alergi di keluarga (contoh: rhinitis alergi atau asma).
Pada anak dengan gangguan sistem kekebalan tubuh, protein susu sapi yang masuk ke dalam saluran cerna dianggap sebagai zat asing berbahaya. Ini menjadikan tubuhnya menghasilkan suatu antibodi, imunoglobulin E (IgE) atau imunoglobulin G (IgG), untuk melawan zat protein yang dianggap berbahaya tersebut.4,5 Antibodi kemudian melepaskan zat-zat radang di rongga usus sehingga sel-sel usus akan mengalami kerusakan (peradangan).4
Walaupun infeksi saluran cerna dan alergi susu sapi memberikan gejala utama berupa diare, ada beberapa perbedaan gejala yang dapat Bunda kenali untuk membedakan keduanya. Dari segi usia dan jarak waktu munculnya gejala, diare akibat alergi susu sapi umumnya timbul sebelum anak berusia 1 bulan. Gejala segera muncul setelah 30 menit-1 jam setelah konsumsi susu sapi, atau paling lambat 1 minggu.5
Perbedaan lainnya, selain menimbulkan gejala saluran cerna (diare, mual, muntah, nyeri perut), alergi susu sapi terkadang menimbulkan gejala pada kulit (ruam kemerahan, gatal, kelopak mata bengkak) pada 50-60% kasus. Gejala pada sistem pernapasan (sesak akibat penyempitan saluran napas) juga timbul pada 20-30% kasus.4,5 Diare akibat infeksi dapat mengenai anak pada berbagai usia, umumnya disertai demam, serta tidak ditemukan gejala tambahan yang telah disebutkan.
Infeksi dan alergi adalah dua mekanisme penyakit yang berbeda sehingga penanganannya juga berbeda. Diare akibat infeksi diobati sesuai mikro-organisme penyebab, misalnya, antibiotik untuk infeksi bakteri dan antiparasit untuk infeksi parasit.2
Alergi susu sapi tidak memerlukan antibiotik ataupun antiparasit. Prinsip utama penanganan alergi susu sapi adalah menghindari segala bentuk produk susu sapi (juga bagi Bunda yang memberikan ASI) untuk sementara waktu.5 Pada kasus alergi susu sapi, ASI tetap pilihan terbaik untuk anak. Jika Bunda tidak dapat memberikan ASI karena alasan tertentu, terdapat beberapa pilihan nutrisi alternatif berupa susu formula untuk anak. Pastikan Bunda berkonsultasi dengan dokter anak terlebih dahulu untuk rekomendasi nutrisi alternatif.
Diare pada anak seringkali menimbulkan kekhawatiran bagi Bunda, terutama bila disertai gejala kulit dan pernapasan pada kasus alergi. Langkah pencegahan terbaik alergi susu sapi pada anak di bawah usia 1 tahun adalah memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Selain itu, usahakan selalu mencuci tangan sebelum berkontak dengan anak, berikan hanya air bersih dan matang, serta mencuci bahan makanan dengan air bersih untuk mencegah infeksi.
Baca Juga: Kenali Gejala Difteri Pada Anak dan Penyebab Difteri Terjadi
Meski gejala diare akibat infeksi dan alergi terkadang sulit dibedakan, penting bagi Bunda untuk memastikan anak mendapat cairan cukup. Ini karena penyebab kematian pada diare adalah keadaan kekurangan cairan (dehidrasi). Selanjutnya, Bunda dapat melakukan konsultasi ke dokter di fasilitas kesehatan terdekat.