Bunda pasti paham betul bahwa setelah usia 6 bulan bayi perlu mulai melengkapi kebutuhan gizinya dari MPASI. Nah, salah satu zat gizi yang harus ada dalam MPASI adalah zat besi untuk mencegah bayi mengalami ciri kekurangan atau defisiensi besi.
Menurut data yang dirangkum oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), di Indonesia sendiri total kasus anemia defisiensi besi pada bayi usia 0-6 bulan mencapai angka 61,3% sedangkan untuk bayi usia 6-12 bulan mencapai 64,8%. Cukup tinggi, ya, Bun?
Maka untuk menghindari risikonya, Bunda perlu mewaspadai ciri kekurangan zat besi pada bayi serta dampak dan cara memenuhi kebutuhan hariannya.
Manfaat Zat Besi bagi Bayi
Fungsi utama zat besi adalah untuk membentuk hemoglobin dalam jumlah yang cukup untuk membantu sel darah merah menyalurkan oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
Asupan oksigen yang lancar ini dapat membantu mendukung setiap sistem organ tubuh bayi agar dapat berfungsi optimal. Dengan kata lain, Bun, asupan zat besi yang baik dapat membantu mengoptimalkan fungsi sistem saraf, kognitif, kemampuan motorik, hingga perilaku dan kekebalan tubuh si Kecil.
Oleh karena itu, asupan zat besi yang cukup di 1000 hari pertama kehidupan anak akan sangat berpengaruh pada kesehatan dan perkembangan si Kecil untuk sekarang dan di masa depan.
Jangan lupa juga untuk selalu memantau berat dan tinggi badan si Kecil dari bulan ke bulan lewat Grafik Pertumbuhan untuk memastikan pertumbuhannya optimal.
Baca juga: Normalkah Bayi Baru Lahir Tidur Terus? Ini Jawabannya
Dampak Bayi Kekurangan Zat Besi
Bayi sebenarnya terlahir dengan cadangan zat besi di dalam tubuh mungilnya. Namun karena ia bertumbuh dengan sangat cepat, cadangan zat besi miliknya tidak akan lagi bisa mencukupi kebutuhan hariannya. Itu kenapa, bayi sangat rentan mengalami defisiensi besi jika kebutuhannya tidak bisa dicukupi dari ASI dan makanan pendampingnya.
Bayi yang kekurangan zat besi tidak memiliki sel darah merah yang cukup atau hemoglobin yang cukup. Akibatnya, kekurangan zat besi dapat berdampak negatif terhadap fungsi kognitif, perilaku, dan kemampuan motorik si Kecil. Terutama jika defisiensi besi dialami oleh bayi yang berusia kurang dari 24 bulan.
Menurut IDAI, anemia defisiensi besi yang terjadi di bawah usia 24 bulan dapat membuat bayi lebih lambat merespon serta mudah marah atau rewel. Pasalnya, zat besi berfungsi penting untuk membentuk selubung saraf otak dan zat kimia dalam otak yang berperan sebagai penghantar pesan dari otak ke jaringan tubuh.
Bahkan beberapa dari dampak negatif tersebut bersifat jangka panjang dan sulit untuk diperbaiki. Salah satunya adalah risiko gagal tumbuh akibat stunting, karena zat besi juga penting untuk mengedarkan oksigen ke seluruh jaringan tulang. Jika jaringan tulang bayi tidak mendapatkan oksigen yang cukup, tulang si Kecil tidak akan bertumbuh optimal sesuai usianya.
Dan ketika anemia defisiensi zat besi terlambat ditangani dan sudah menjadi kondisi kronis, risiko dampak negatif yang telah disebutkan di atas dapat terus berlanjut hingga si Kecil dewasa.
Baca juga: Seperti Apa Perkembangan Bayi dari Bulan ke Bulan?
Ciri Bayi Kekurangan Zat Besi
Jika menemukan ciri-ciri di bawah ini pada si Kecil, Bunda dapat segera menghubungi dokter spesialis anak atau penyedia layanan kesehatan terdekat agar ia mendapatkan diagnosis serta penanganan yang tepat.
-
Bayi tampak pucat dalam waktu yang lama (pucat kronis).
-
Bagian putih mata bayi terlihat kebiruan atau pucat.
-
Bayi tampak lemas sepanjang waktu.
-
Bayi mudah lelah.
-
Bayi mudah terserang penyakit infeksi.
-
Bayi mudah lebih mudah rewel dan kesal.
-
Detak jantung bayi cenderung berdenyut lebih cepat.
-
Bayi mengalami sakit kepala.
-
Bayi terlihat kesulitan bernafas (nafasnya pendek-pendek).
-
Bayi menunjukkan keinginan untuk makan es batu atau makanan yang tidak lazim karena kekurangan nutrisi (gangguan ini disebut sebagai pica craving)
-
Nafsu makan bayi turun karena terjadi berbagai gangguan mulut.
-
Permukaan lidah bayi tampak halus dan mengkilap karena hilangnya papila lidah.
-
Papila adalah tonjolan-tonjolan kecil pada permukaan lidah yang berfungsi sebagai indra pengecap. Ketika papila lidah hilang bayi tidak bisa mengecap rasa makanan dan kesulitan memposisikan makanan di dalam mulut.
-
Bayi mengalami peradangan mulut sehingga tampak ada bercak berwarna pucat keputihan (angular cheilitis).
-
Bayi menunjukkan rasa nyeri saat menelan (disfagia).
-
Kuku bayi menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal, dan berbentuk cekung bagaikan sendok (koilonychias).
Cara Memenuhi Kebutuhan Zat Besi Bayi
Jumlah asupan harian zat besi yang diperlukan si Kecil berbeda-beda sesuai dengan kategori usianya, Bun. Menurut IDAI, bayi usia usia 0-5 bulan membutuhkan 0,3 mg zat besi setiap hari dan kemudian pada usia 6-12 bulan kebutuhannya meningkat dari 11 mg.
Nah, kebutuhan asupan zat besi sebesar 0,3 mg pada bayi usia 0-5 bulan sudah terpenuhi dari ASI. Sedangkan mulai usia 6 bulan, bayi perlu mendapatkan asupan zat besi tambahan dari MPASI.
1. Memberikan MPASI Kaya Zat Besi
Bunda, cara terbaik untuk memenuhi asupan zat besi adalah melalui makanan. Oleh karena itu, Bunda perlu memperhatikan dengan seksama bahan makanan yang digunakan untuk membuat MPASI. Pastikan ada bahan makanan yang mengandung tinggi zat besi.
Bahan makanan yang mengandung zat besi tertinggi adalah daging berwarna merah seperti daging sapi atau kambing. Nah, selain daging, sayuran dengan daun berwarna hijau juga merupakan sumber zat besi yang baik.
Menurut literatur kesehatan, zat besi hewani (zat besi yang bersumber dari hewan) dapat diserap tubuh dengan lebih baik, yaitu sebesar 23%.
Sementara zat besi nabati (zat besi yang berasal dari tumbuhan) lebih sulit diserap oleh tubuh. Penyerapan zat besi nabati hanya sebesar 3-8% saja.
Oleh karena itu, dalam membuat menu MPASI, Bunda perlu mengkombinasikan makanan sumber zat besi hewani dan nabati secara seimbang. Pastikan pula Bunda memberikan menu MPASI kaya zat besi minimal 2 kali dalam sehari.
Nah, berikut daftar bahan makanan nabati dan hewani yang kaya akan zat besi dan bisa diberikan kepada si Kecil sebagai menu MPASI:
-
Daging sapi cincang ¼ ons (kandungan zat besi 0,8 mg).
-
Daging kambing ¼ ons (kandungan zat besi 1 mg).
-
Setengah potong hati ayam (kandungan zat besi 3.6 mg).
-
Setengah potong hati sapi (kandungan zat besi 1,7 mg).
-
Setengah potong sosis sapi (kandungan zat besi 0,8 mg).
-
Telur 1 butir (kandungan zat besi 0,8 mg).
-
Brokoli 9 kuntum (kandungan zat besi 0,2 mg).
-
Bayam 3 ikat (kandungan zat besi 1 mg).
-
Tahu 150 gram (kandungan zat besi 2.4 mg).
-
Tempe 100 gram (kandungan zat besi 2.7 mg).
-
Tauge 100 gram (kandungan zat besi 1mg).
-
Kol 100 gram (kandungan zat besi 0.5 mg).
Baca juga: Tips Menyiapkan MPASI untuk Bayi
2. Memberikan Makanan Kaya Vitamin C
Tingkat penyerapan zat besi dari makanan nabati lebih sedikit daripada penyerapan zat besi hewani. Maka untuk mengoptimalkan proses penyerapannya, Bunda dapat mengombinasikan MPASI protein nabati yang tinggi zat besi dengan asupan vitamin C. Sebab, vitamin C dapat mengoptimalkan penyerapan zat besi hingga 2 kali lipat.
Beberapa contoh bahan makanan yang kaya vitamin C adalah jeruk, stroberi, pepaya, jambu merah, brokoli, tomat, paprika, bunga kol putih, kubis (kol), lemon, dan masih banyak lagi.
Bunda dapat membuat puree bayam hati ayam yang kaya zat besi dan memberikan buah jeruk atau pepaya yang menjadi sumber vitamin C.
Nah, sekarang Bunda sudah paham bukan seperti apa ciri-ciri bayi yang kekurangan asupan zat besi dan bagaimana cara memenuhi kebutuhan hariannya. Bunda juga bisa, lho, mendapatkan inspirasi resep MPASI yang sehat, enak, dan tinggi zat besi dengan mengunduh Panduan MPASI secara gratis.
Referensi tambahan:
- IDAI | Pastikan Bayi Anda Cukup Zat Besi? (2017). Idai.or.id. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/pastikan-bayi-anda-cukup-zat-besi
- IDAI | ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA BAYI DAN ANAK. (2013). Idai.or.id. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-pada-bayi-dan-anak
- Peirano, P. D., Algarín, C. R., Chamorro, R. A., Reyes, S. C., Durán, S. A., Garrido, M. I., & Lozoff, B. (2010). Sleep alterations and iron deficiency anemia in infancy. Sleep Medicine, 11(7), 637–642. https://doi.org/10.1016/j.sleep.2010.03.014
- Anemia caused by low iron - infants and toddlers: MedlinePlus Medical Encyclopedia. (2021). Medlineplus.gov. https://medlineplus.gov/ency/article/007618.htm
- Soliman, A., De Sanctis, V., & Kalra, S. (2014). Anemia and growth. Indian Journal of Endocrinology and Metabolism, 18(7), 1. https://doi.org/10.4103/2230-8210.145038
- Fitriany, J., & Saputri, A. I. (2018). ANEMIA DEFISIENSI BESI. AVERROUS: Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Malikussaleh, 4(2), 1. https://doi.org/10.29103/averrous.v4i2.1033
- What Are Papillae? (for Kids) - Nemours KidsHealth. (2023). Kidshealth.org. https://kidshealth.org/en/kids/word-papillae.html#:~:text=Papillae%20are%20the%20little%20bumps,Yummy!
- Iron-Deficiency Anemia (for Parents) - Nemours KidsHealth. (2019). Kidshealth.org. https://kidshealth.org/en/parents/ida.html
- Iron in Foods | HealthLink BC. (2022). Healthlinkbc.ca. https://www.healthlinkbc.ca/healthy-eating-physical-activity/food-and-nutrition/nutrients/iron-foods
- FoodData Central. (2022). Usda.gov. https://fdc.nal.usda.gov/index.html
- Vitamin C. (2012, September 18). The Nutrition Source. https://www.hsph.harvard.edu/nutritionsource/vitamin-c/